BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar
1. Konsep Fisiologi Persalinan
a. Pengertian Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan. (Manuaba, 1998:157).
Persalinan merupakan proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. (Mansjoer, A., 2001: 291).
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. (Saifuddin, 2002: 100).
Persalinan adalah proses pegeluaran hasil konsepsi (janin / uri) yang telah cukup bulan dan dapat hidup di luar kandungan, melalui jalan lahir atau jalan lain. (Dhita Yuniar, 2009: 1).
Persalinan adalah proses pengeluaran konsepsi yang telah cukup bulan melalui jalan lahir atau jalan lainnya, dengan bantuan atau tanpa bantuan. (Mitrariset, 2009 : 1).
b. Bentuk Persalinan
Bentuk-bentuk persalinan berdasarkan definisi adalah sebagai berikut:
1) Persalinan spontan
Bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.
2) Persalinan buatan
Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar.
3) Persalinan anjuran
Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan.
(Manuaba, 1998: 157).
c. Kala Persalinan
Persalinan dibagi dalam 4 Kala, yaitu:
1) Kala I
Ibu dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir yang bercampur darah (bloody show) lendir bercampur darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedang darah berasal dari pembuluh kapiler yang berada disekitar kanalis servikalis pecah karena pergeseran ketika servik membuka.
Proses pembukaan servik sebagai akibat his terbagi dalam 2 fase, yaitu:
a) Fase laten : berlangsung selama 8 jam, pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm.
b) Fase aktif : terbagi dalam 3 fase, yaitu :
(1) Fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan menjadi 4 cm.
(2) Fase dilatasi, maksimal dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat 9 cm.
(3) Fase deselerasi, pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap (10 cm).
Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan hampir lengkap atau bahkan sudah pembukaan lengkap. Apabila ketuban telah pecah sebelum pembukaan 5 cm disebut ketuban pecah dini. Kala I dianggap selesai apabila pembukaan servik telah lengkap 10 cm, pada Primigravida Kala I berlangsung 15 jam sedangkan pada multipara 7 jam.
2) Kala II
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk rongga panggul maka pada saat his dirasakan tekanan pada otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa ingin mengedan. Karena perineum mulai meregang dan menjadi lebar dengan anus membuka, labia membuka, dan tidak lama kemudian kepala tampak di daerah vulva pada waktu his, bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi kepala janin tidak masuk lagi dan lahirlah dahi, mata, muka dan dagu melewati perinium setelah ibu tarik napas sejenak, pada saat his ibu mengedan untuk mengeluarkan bayi seluruhnya. Pada primi gravida kala II terjadi selama kira-kira 1,5 jam dan pada multi para berlangsung kira-kira setengah jam.
3) Kala III
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya placenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
4) Kala IV
Dimulai dari saat lahirnya placenta sampai 2 jam pertama postpartum.
(Mochtar. 1998: 94).
d. Tanda-tanda Permulaan Persalinan
Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya wanita memasuki “bulannya” atau “minggunya” atau “harinya” yang disebut kala pendahuluan, dengan tanda-tanda sebagai berikut:
1) Lightening atau settling atau dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida.
2) Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun.
3) Perasaan sering-sering atau susah kencing (polakisuria) karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.
4) Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah dari uterus.
5) Serviks menjadi lembek, mulai mendatar, dan sekresinya bertambah bisa bercampur darah.
(Mochtar, R. 1998: 93).
e. Sebab-sebab yang Menimbulkan Persalinan
Sebab-sebab terjadinya persalinan belum diketahui dengan jelas, ada banyak faktor yang memegang peranan penting sehingga terjadi persalinan. Di bawah ini ada beberapa teori tentang penyebab timbulnya persalinan, yaitu:
1) Teori penurunan hormon
1-2 minggu sebelum partus mulai terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan kejang pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesteron turun.
2) Teori placenta menjadi tua
Akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron yang menyebabkan kekejangan pembuluh darah, hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim.
3) Teori distensi rahim
Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia otot-otot rahim, sehingga mengganggu sirkulasi utero-placenter.
4) Teori iritasi mekanik
Di belakang serviks terletak ganglion servikale (fleksus frankenhauser). Bila ganglion ini digeser dan ditekan akan timbul kontraksi.
5) Induksi partus
Amniotomi: pemecahan ketuban
Oksitosin drips: pemberian oksitosin menurut tetesan per infus.
(Mochtar, R. 1998: 92).
2. Konsep Persalinan Induksi
a. Pengertian Induksi Persalinan
Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medikasi, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan berbeda dengan akselerasi persalinan, di mana pada akselerasi persalinan tindakan-tindakan tersebut dikerjakan pada wanita hamil yang sudah inpartu. (Wiknjosastro, 2007: 73).
Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya proses persalinan (dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada). Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal. (Darmayanti, 2009: 1).
b. Indikasi Persalinan Induksi
1) Indikasi janin
a) Kehamilan lewat waktu.
b) Ketuban pecah dini.
c) Janin mati.
2) Indikasi Ibu
a) Kehamilan dengan hipertensi.
b) Kehamilan dengan diabetes mellitus.
3) Indikasi Kontra
a) Malposisi dan malpresentasi janin
b) Insufisiensi plasenta
c) Disproporsi sefalopelvik
d) Cacat rahim, misalnya pernah mengalami seksio sesarea, enukleasi miom.
e) Grande multipara
f) Gemeli
g) Distensi rahim yang berlebihan misalnya pada hidramnion
h) Plasenta previa.
(Wiknjosastro, 2007: 73-78).
c. Patofisiologi
Skema 2.1 Patofisiologi Induksi
Kehamilan lewat waktu HT, DM Kematian janin KPD
Ketegangan psikologis
Penurunan kadar estriol dan plasental laktogen
Fungsi plasenta menurun
Induksi
(http://akhtyo.blogspot.com/2008/11/induksi-persalinan.html)
Penjelasan Patofisiologi :
Induksi persalinan terjadi akibat adanya kehamilan lewat waktu, adanya penyakit penyerta yang menyertai ibu misalnya hipertensi dan diabetes, kematian janin, ketuban pecah dini. Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan psikologis/kelainan pada rahim. Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan lewat waktu adalah meningkatnya resiko kematian dan kesakitan perinatal. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun setelah 42 minggu, ini dapat dibuktikan dengan adanya penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. (http://akhtyo.blogspot.com/2008/11/induksi-persalinan.html)
3. Fisiologi Nifas
a. Pengertian Nifas
Masa nifas adalah masa pulih kembali dimulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil, lamanya 6-8 minggu. (Mochtar, R. 1998: 115).
Masa puerperium atau masa nifas mulai setelah partus selesai, dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. (Wiknjosastro, 2002: 237).
b. Periode nifas
Nifas dibagi dalam 3 periode:
a. Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
b. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu.
c. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau sewaktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.
(Manuaba, 1999: 117).
c. Perubahan Fisiologis Maternal Pada periode Pasca Partum
1) Menurut Mochtar (1998: 115)
a) Uterus secara berangsur-angsur mengalami perubahan menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.
Tabel 2.1 Tingg¬i Fundus Uterus dan Berat Uterus menurut Masa Involusi
Involusi Tinggi Fundus Uterus Berat uterus
Bayi lahir
Uri lahir
1 Minggu
2 Minggu
6 Minggu
8 Minggu Setinggi pusat
2 jari bawah pusat
Pertengahan pusat simfisis
Tidak teraba di atas simfisis
Bertambah kecil
Sebesar normal 100 gram
750 gram
500 gram
350 gram
50 gram
30 gram
(Mochtar, R. 1998:115).
Uterus menyerupai suatu buah advokat gepeng berukuran panjang 15 cm, lebar 12 cm dan tebal 10 cm. Pada bekas implantasi plasenta lebih tipis dari pada bagian lain yang merupakan suatu luka yang kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri, segera setelah persalinan. Penonjolan tersebut dengan diameter 7,5 cm, sering disangka sebagai suatu bagian plasenta yang tertinggal. Sesudah 2 mg diameternya 3,5 cm pada 6 minggu mencapai 2,4 cm. (Wiknjosastro, 2002:237).
b) Lochea
Adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas. Lochea dibagi dalam beberapa jenis yaitu:
(1) Lochea rubra (cruentra): lochea yang terdiri dari darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban selama 2 hari pasca persalinan.
(2) Lochea sanguinolenta: lochea yang berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, pada hari ke 3-7 pasca persalinan.
(3) Lochea serosa: lochea yang berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
(4) Lochea alba: lochea yang berupa cairan putih, setelah 2 minggu.
(5) Lochea purulenta: apabila terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
(6) Locheostasis: lochea yang tidak lancar.
c) Servik
Setelah persalinan bentuk servik agak menganga seperti corong berwarna merah kehitaman, konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan-perlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim. Setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui oleh 1 jari.
d) Ligamen-ligamen
Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali.
2) Menurut Bobak, (2005: 496-502), perubahan fisiologis pada ibu post partum adalah sebagai berikut:
a) Sistem reproduksi dan struktur terkait dalam proses involusi.
(1) Uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini mulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Pada akhir tahap ke-3 persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilicus dengan bagian fundus bersandar pada promotorium sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu kira-kira sebesar grapefruit (jeruk asam) dan beratnya kira-kira 1000 gram.
Dalam waktu 12 jam tinggi fundus uteri mencapai ± 1 cm di atas umbilicus. Fundus turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam. Pada hari ke-6 pasca partum fundus normal akan berada di pertengahan antara umbilicus dan simfisis pubis. Pada hari ke-9 uterus tidak dapat dipalpasi pada abdomen. Uterus yang pada waktu penuh beratnya 11 x berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi 500 gram. Satu minggu setelah melahirkan 300 gram sampai dua minggu setelah lahir. Pada minggu ke-6 beratnya menjadi 50-60 gram.
(2) Kontraksi
Selama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk mempertahankan kontraksi uterus selama ini, biasanya suntikan oksitosin secara intravena dan intramuscular diberikan segera setelah plasenta lahir.
(3) Afterpains
Rasa nyeri setelah melahirkan ini lebih nyata setelah ibu melahirkan, di tempat uterus terlalu teregang (misal: pada bayi besar, kembar) menyusui dan oksitosin tambahan biasanya meningkatkan nyeri karena keduanya merangsang kontraksi uterus.
(4) Tempat plasenta
Segera setelah plasenta lahir dan ketuban dikeluarkan kontraksi vascular dan trombosis menurun tempat plasenta kesatu area yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Proses penyembuhan yang unik ini memerlukan endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan memungkinkan inplantasi dan plasenta untuk kehamilan di masa yang akan datang.
(5) Lochea
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir disebut lochea.
a. Lochea rubra : mengandung darah dan debris desidua serta debris trofoblastik setelah 3-4 hari.
b. Lochea serosa : terdiri dari darah lama (old blood), serum, leukosit, dan debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayinya lahir.
c. Lochea alba : mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus, serum, dan bakteri.
(6) Servik
Servik menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan 18 jam pasca partum, servik memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula, muara servik yang berdilatasi 10 cm sewaktu melahirkan, menutup secara bertahap. 2 jari mugkin masih dapat dimasukkan kedalam muara serviks pada hari ke-4 sampai ke-6 pasca partum, tetapi hanya tangki kuret terkecil yang dapat dimasukkan pada akhir minggu ke-2.
(7) Vagina dan perineum
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir.
Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu ke-4, walaupun tidak akan semenonjol pada wanita multipara.
(8) Topangan otot panggul
Jaringan penopang dasar panggul yang terobek atau teregang saat ibu melahirkan memerlukan waktu sampai 6 bulan untuk kembali tonus semula yang disebut relaksasi panggul, struktur ini terdiri atas uterus, dinding vagina posterior atas, uretra, kandung kemih dan rectum.
b) Sistem Endrokin
(1) Hormon Plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon -hormon yang diproduksi oleh organ tersebut. Penurunan hormon Human Placental Lactogen (hPL), estrogen, dan kortisol, serta Placental Enzyme Insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun secara bermakna pada masa puerperium. Kadar estrogen dan progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar terendahnya dicapai kira-kira satu minggu post partum. (Bowes, 1991: 1)
(2) Hormon hipofisis dan fungsi ovarium
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Pada wanita tidak menyusui, ovulasi terjadi dini, yakni dalam 27 hari setelah melahirkan, dengan waktu rata-rata 70 sampai 75 hari. Pada wanita menyusui, waktu rata-rata terjadinya ovulasi sekitar 190 hari. (Bowes, 1991: 2).
c) Abdomen
Apabila wanita berdiri dihari pertama setelah melahirkan, abdomennya akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Dalam 2 minggu setelah melahirkan dinding abdomen wanita itu akan rileks.
d) Sistem urinarius
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid tang tinggi) turut menyebabkan peningkatan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu 1 bulan setelah wanita melahirkan.
(1) Komponen urine
Glukosuria ginjal yang diinduksi oleh kehamilan menghilang. Laktosuria positif pada ibu menyusui merupakan hal yang normal.
(2) Diuresis Pasca partum
Dalam 12 jam setelah melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan cairan yang terimbun di jaringan selama ia hamil.
(3) Uretra dan kandung kemih
Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir.
e) Sistem Pencernaan
(1) Nafsu makan
Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengonsumsi makanan ringan.
(2) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang sikat setelah bayi lahir.
(3) Defekasi
BAB secara spontan bisa tertunda selama 2-3 hari setelah ibu melahirkan.
f) Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama wanita hamil (estrogen, progesteron, Human Chorionic Gonadotropin, prolaktin, kortisol dan insulin) akan menurun dengan cepat setelah bayi lahir.
(1) Ibu tidak menyusui
Apabila wanita memilih untuk tidak menyusui, kadar prolaktin akan turun dengan cepat.
(2) Ibu yang menyusui
Ketika laktasi terbentuk, teraba suatu massa (benjolan), tetapi kantong susu yang terisi berubah posisi dari hari ke hari.
g) Sistem Kardiovaskuler
(1) Volume darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravaskuler (edema fisiologis).
(2) Curah jantung
Denyut jantung setelah melahirkan akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30-60 menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum.
(3) Tanda-tanda vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat dan pasti terjadi.
(4) Varises
Varises di tungkai dan di sekitar anus (hemoroid) sering dijumpai pada wanita hamil.
h) Sistem Neurologi
Rasa tidak nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan akan menghilang setelah wanita melahirkan.
i) Sistem Muskuloskeletal
Adaptasi sistem musculoskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung secara terbalik pada masa pasca partum.
j) Sistem integumen
Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir.
k) Sistem Kekebalan
Kebutuhan ibu untuk mendapat vaksinasi rubella atau untuk mencegah isoimunisasi Rh ditetapkan.
(Bobak, 2005: 496-502).
d. Perawatan Pasca Persalinan
1) Perawatan pasca persalinan adalah:
a) Mobilisasi
Kini perawatan puerperium lebih aktif dengan menganjurkan ibu nifas untuk melakukan mobilisasi dini (early mobilization), hal ini mempunyai keuntungan yaitu:
(1) Memperlancar pengeluaran lochea.
(2) Mempercepat involusi.
(3) Melancarkan fungsi alat gastroinstensinal dan alat perkemihan.
(4) Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.
b) Kebersihan Diri
(1) Anjurkan kebersihan seluruh tubuh/personal hygiene.
(2) Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan ibu mengerti untuk membersihkan daerah sekitar vulva terlebih dahulu. Dari depan ke belakang, baru membersihkan daerah anus. Nasehatkan ibu untuk membersuhkan diri setiap kali selesai buang air kecil atau besar.
(3) Sarankan ibu untuk mengganti pembalut minimal dua kali sehari.
(4) Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
(5) Kurang istirahat akan berpengaruh terhadap ibu, yaitu : mengurangi jumlah ASI yang diproduksi, menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan diri sendiri.
c) Istirahat
(1) Anjurkan ibu untuk beristirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan.
(2) Sarankan ibu untuk kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga biasa secara perlahan-lahan, serta tidur siang atau beristirahat selama bayi tidur.
d) Gizi
a) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari.
b) Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup.
c) Minum sedikitnya 3 liter air setiap harinya (anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui).
d) Tablet Fe harus diminum untuk menambah gizi setidaknya 40 hari pasca bersalin, minum kapsul vitamin A (200.000) unit, agar memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI.
e) Senam Nifas
Senam nifas dilakukan untuk memperlancar sirkulasi darah dan mengembalikan otot-otot yang kendur, terutama rahim dan perut yang memuai saat hamil.
Latihan senam nifas dapat diberikan mulai hari kedua misalnya:
(1) Ibu telentang lalu kedua kaki ditekuk, kedua tangan ditaruh diatas dan menekan perut. Lakukan pernapasan dada dan pernapasan perut.
(2) Dengan posisi yang sama, angkat bokong lalu taruh kembali.
(3) Kedua kaki diluruskan dan disilangkan, lalu kencangkan otot seperti menahan miksi dan defakasi.
(4) Duduklah pada kursi, perlahan bungkukkan badan sambil tangan berusaha menyentuh tumit.
(http://tikiv.blogspot.com/2008/05/ induksi-persalinan_24.html)
2) Perawatan pasca persalinan adalah sebagai berikut:
a) Mobilisasi
Mobilisasi sangat bervariasi tergantung pada komplikasi persalinan, nifas atau sembuhnya luka. Jika tidak ada kelainan, lakukan mobilisasi sedini mungkin, yaitu dua jam setelah persalinan normal. ini berguna untuk memperlancar sirkulasi darah dan mengeluarkan cairan vagina (lochea).
b) Diet
Kebutuhan nutrisi pada masa menyusui meningkat 25% yaitu untuk produksi ASI dan memenuhi kebutuhan cairan yang meningkat tiga kali dari biasanya. Penambahan kalori pada ibu menyusui sebanyak 500 kkal tiap hari. Makanan yang dikonsumsi ibu berguna untuk melakukan aktivitas, metabolisme, cadangan dalam tubuh, proses produksi ASI serta sebagai ASI itu sendiri yang akan dikonsumsi bayi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Makanan yang dikonsumsi juga perlu memenuhi syarat, seperti susunannya harus seimbang, porsinya cukup dan teratur, tidak terlalu asin, pedas atau berlemak, tidak mengansung alkohol, nikotin serta bahan pengawet dan pewarna. Menu makanan yang seimbang mengandung unsur-unsur, seperti sumber tenaga, pembangun, pengatur dan pelindung.
c) Miksi
Pengeluaran air seni akan meningkat 24-48 jam pertama sampai sekitar hari ke-5 setelah melahirkan. Hal ini terjadi karena volume darah meningkat pada saat hamil tidak diperlukan lagi setelah persalinan. Oleh karena itu, ibu perlu belajar berkemih secara spontan dan tidak menahan buang air kecil ketika ada rasa sakit pada jahitan. Menahan buang air kecil akan menyebabkan terjadinya bendungan air seni dan gangguan kontraksi rahim sehingga pengeluaran cairan vagina tidak lancar.
d) Defekasi
Buang air besar akan sulit karena ketakutan akan rasa sakit, takut jahitan terbuka atau karena adanya hemoroid (wasir). Kesulitan ini dapat dibantu dengan mobilisasi dini, mengkonsumsi makanan tinggi serat dan cukup minum.
e) Perawatan payudara
Menjaga payudara tetap bersih dan kering, terutama puting susu, menggunakan BH yang menyokong payudara, apabila puting susu lecet oleskan kollostrum atau ASI yang keluar pada sekitar puting susu setiap kali selesai menyusui, menyusui tetap dilakukan mulai dari puting susu yang tidak lecet, apabila lecet sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI dikeluarkan dan diminumkan dengan menggunakan sendok. Apabila payudara bengkak akibat pembendungan ASI, lakukan: pengompresan payudara dengan menggunakan kain basah dan hangat selama 5 menit, urut payudara dari arah pangkal menuju puting atau gunakan sisir untuk mengurut payudara dengan arah “Z” menuju puting, keluarkan ASI sebagian dari bagian depan payudara sehingga puting susu menjadi lunak, susukan bayi setiap 2-3 jam. Apabila tidak dapat mengisap seluruh ASI sisanya keluarkan dengan tangan dan letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.
(http://ziettraelmart.multiply.com/journal/item/26)
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas atau istirahat
Insomnia mungkin teramati.
b. Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
c. Integritas ego
Peka rangsang, takut/menangis (post partum blues sering terlihat kira-kira 3 hari setelah melahirkan).
d. Eliminasi
Diuresis diantara hari ke 2 dan ke 5.
e. Makan dan cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira hari ke 3.
f. Nyeri/ketidaknyaman
Nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari ke 3 sampai ke 5 pascapartum.
g. Seksualitas
Uterus 1 cm di atas umbilikus pada 12 jam saat kelahiran, menurun kira-kira 1 lebar jari setiap harinya.
Lochea rubra berlanjut sampai hari ke 2-3, berlanjut menjadi lochea serosa dengan aliran tergantung pada posisi (misal rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas (misal menyusui).
Payudara: produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur, biasanya pada hari ke 3; mungkin lebih dini, tergantung kapan menyusui dimulai.
(Doenges, 2001: 387)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien post partum normal adalah sebagai berikut:
a. Nyeri (akut) b.d trauma mekanik, edema atau pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
b. Menyusui in efektif b.d tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur atau karakteristik fisik payudara ibu.
c. Resiko tinggi terhadap cidera b.d biokimia, fungsi regilator, efek-efek anesthesia; tromboembolisme; profil darah abnormal.
d. Resiko tinggi infeksi b.d trauma jaringan dan atau kerusakan kulit, penurunan Hb, prosedur invasif dan atau peningkatan pemajanan lingkungan, ruptur keluban lama, mal nutrisi.
e. Perubahan eliminasi urine b.d efek-efek hormonal, trauma mekanis, edema jaringan, efek-efek anesthesia.
f. Kekurangan volume cairan b.d penurunan masukan atau pergantian tidak adekuat, kehilangan cairan belebihan.
g. Kelebihan volume cairan b.d perpindahan cairan setelah kelahiran plasenta, ketidaktepatan pergantian cairan, efek-efek infus oksitosis, adanya HKK.
h. Konstipasi b.d penurunan tonus otot, efek-efek progesterone, dehidrasi, kelebihan analgesia, kurang masukan, nyeri perineal.
i. Perubahan menjadi orang tua b.d kurang dukungan diantara atau dari orang terdekat, kurang pengetahuan, adanya stressor.
j. Gangguan pola tidur b.d respon hormonal dan psikologis, nyeri atau ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
k. Kurang pengetahuan b.d kurang pemajanan atau mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber.
l. Resiko tinggi terhadap koping individual inefektif b.d krisis maturasional dari kehamilan/mengasuh anak dan melakukan ibu menjadi orang tua, kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi tidak realitis.
m. Koping keluarga: potensial terhadap pertumbuhan b.d kecukupan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu dan tugas-tugas adaptif, kemungkinan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.
(Doenges, 2001: 388)
3. Rencana Keperawatan
Pengertian rencana keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses keperawatan yang meliputi tujuan keperawatan, penetapan pemecahan masalah, dan menentukan tujuan perencanaan untuk mengatasi masalah pasien. (Hidayat, 2002: 30)
Rencana keperawatan yang dapat disusun untuk pasien dengan post partum normal adalah:
a. Nyeri (akut) b.d trauma mekanik, edema atau pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
Hasil yang diharapkan:
1) Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi nyeri atau ketidaknyamanan dengan tepat.
2) Mengungkapkan berkurangnya nyeri.
3) Tampak rileks, rasa nyeri ditoleransi dan dapat beristirahat.
Tabel 2.2 Rencana Keperawatan Diagnosa Nyeri (akut) b.d Trauma Mekanik, Edema atau Pembesaran Jaringan Atau Distensi, Efek-Efek Hormonal.
No Intervensi Rasional
1 Tentukan adanya, lokasi dan ketidaknyamanan. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan khusus dan intervensi yang tepat.
2 Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomi. Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan perineal dan terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi atau intervensi lanjut.
3 Beri kompres es pada perineum, selama 24 jam pertama setelah melahirkan. Memberi anesthesia lokal dan mengurangi edema.
4 Beri kompres panas lembab selama 20 menit, 3 – 4 x sehari, setelah 24 jam pertama. Meningkatkan sirkulasi pada perineum, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.
5 Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi di atas perbaikan episiotomi. Penggunaan pengencangan gluteal saat duduk menurunkan stres.
6 Inspeksi hemoroid pada perenium. Membantu untuk mengurangi hemoroid.
7 Kaji nyeri tekan uterus. Selama 12 jam pertama pascapartum. kontraksi uterus kuat. Ini berlanjut selama 2-3 hari selanjutnya, meskipun frekuensi dan intesitasnya berkurang.
8 Anjurkan klien berbaring tengkurap dengan bantal di bawah abdomen. Meningkatkan kenyamanan.
9 Inspeksi payudara dan jaringan putting. Pada 24 jam pasca partum, payudara harus lunak dan tidak perih, dan putting harus bebas dari pecah-pecah.
10 Anjurkan penggunaan bra penyokong. Mengangkat payudara ke dalam dan ke depan.
11 Beri informasi mengenai peningkatan frekuensi temuan dan mengeluarkan susu secara manual. Tindakan ini dapat membantu klien menyusui merangsang aliran susu.
12 Anjurkan klien memulai menyusui pada putting yang tidak nyeri. Respon menghisap awal kuat dan mungkin menimbulkan nyeri dengan memulai memberi susu pada payudara yang tidak sakit.
13 Berikan kompres es pada area aksila payudara. Kompres es mencegah laktasi.
14 Mengkaji klien kepenuhan kandung kemih. Kembalinya fungsi kandung kemih normal memerlukan waktu 4 – 7 hari.
15 Evaluasi terhadap sakit kepala, khususnya setelah anastesia subaraknoid. Kebocoran cairan cerebrospinal (CSS) melalui dura kedalam ruang ekstra dural menurunkan volume yang diturunkan untuk mendukung jaringan otak.
16 Kolaborasi berikan bromokriptin mesilat (parlodel) 2 x sehari dengan makan selama 2 – 3 minggu. Berkerja untuk menekan sekresi prolaktin.
17 Berikan analgesik 30 – 60 menit sebelum menyusui. Memberikan kenyamanan, khususnya selama laktasit.
18 Beri sprei anastetik, saleb topical dan kompres pres witc hazel untuk perenium bila dibutuhkan. Meningkatkan kenyamanan local.
19 Bantu sesuai kebutuhan injeksi salin atau pemberian “blood patch” pada sisi fungsi dural. Efektif untuk menghilangkan sakit kepala spinal berat.
(Doenges, 2001: 388)
b. Menyusui inefektif b.d tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur atau karakteristik fisik payudara ibu.
Hasil yang diharapkan:
1) Mengungkapkan pemahaman tentang proses menyusui.
2) Mendemontrasikan teknik-teknik efektif dari menyusui.
3) Menunjukkan kepuasan regimen menyusui satu sama lain, dengan bayi dipuaskan setelah menyusui.
Tabel 2.3 Rencana Keperawatan Diagnosa Menyusui Inefektif b.d Tingkat Pengetahuan, Pengalaman Sebelumnya, Usia Gestasi Bayi, Tingkat Dukungan, Struktur atau Karakteristik Fisik Payudara Ibu.
No Intervensi Rasional
1 Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya. Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini.
2 Tentukan sistem pendukung yang tersedia pada klien dan sikap pasangan atau keluarga. Mempunyai dukungan yang cukup meningkatkan kesempatan untuk pengalaman menyusui dengan berhasil.
3 Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologis dan keuntungan menyusui, perawatan putting dan payudara. Membantu menjamin suplai susu adekuat, dan mencegah putih pecah.
4 Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik-teknik menyusui. Posisi yang tepat mencegah luka putting.
5 Kaji putting klien. Identifikasi dan intervensi dini dapat mencegah terjadinya luka.
6 Anjurkan klien mengeringkan putting dengan udara selama 20 – 30 menit setelah menyusui. Pemajanan pada udara membantu mengencangkan putting.
7 Instruksikan klien menghindari penggunaan pelindung putting. Ini telah diketahui menambah kegagalan laktasi.
8 Berikan pelindung putting payudara. Pelindung payudara, latihan, dan kompres es membantu membuat putting lebih relaksasi.
9 Rujuk klien pada kelompok pendukung.s Memberikan bantuan terus menerus untuk meningkatkan kesuksesan hasil.
10 Identifiksi sumber-sumber yang tersedia di masyarakat sesuai indikasi. Pelayanan ini mendukung pemberian ASI melalui pendidikan klien.
(Doenges, 2001: 390)
c. Resiko tinggi cedera b.d biokimia, fungsi regulator, efek-efek anestesia, tromboembolisme, profil darah abnormal.
Hasil yang diharapkan :
1) Mendemonstrasikan perilaku untuk menurukan factor-faktor resiko/melindungi diri.
2) Bebas dari komplikasi.
Tabel 2.4 Rencana Keperawatan Diagnosa Resiko Tinggi Cedera b.d Biokimia, Fungsi Regulator, Efek-Efek Anestesia, Tromboembolisme, Profil Darah Abnormal.
No Intervensi Rasional
1 Tinjau ulang kadar hemoglobin (Hb) darah dan kehilangan darah pada waktu melahirkan. Catat tanda-tanda anemia. Anemia atau kehilangan darah mempredisposisikan pada sinkope klien karena ketidakadekuatan pengiriman oksigen ke otak.
2 Anjurkan ambulasi dan latihan dini kecuali pada klien yang mendapatkan anesthesia subaraknoid, yang mungkin tetap berbaring selama 6-8 jam, tanpa penggunaan bantal atau meninggikan kepala, sesuai indikasi protokol dari kembalinya sensasi/kontrol otot. Meningktkan sirkulasi dan aliran balik vena ke ekstremitas bawah, menurunkan resiko pembentukan thrombus yang dihubungkan dengan statis. Meskipun posisi rekumben setelah anestesia subaraknoid controversial, ini dapat membantu mencegah kebocoran CSS dan sakit kepala lanjut.
3 Bantu klien dengan ambulasi awal. Berikan supervisi yang adekuat pada mandi shower atau rendam duduk. Berikan bel pemanggil dalam jangkauan klien. Hipotensi ortostastik mungkin terjadi pada waktu berubah posisi dari terlentang ke berdiri diawal ambulasi, atau mungkinkarena vasodilatasi yang disebabkan oleh panas paa waktu mandi shower atau rendam duduk.
4 Biarkan klien duduk di lantai atau kursi dengan kepala diantara dua kaki, atau berbaring pada posisi datar, bila ia merasa pusing. Membantu mempetahankan atau meningkatkan sirkulasi dan pengiriman oksigen ke otak.
5 Kaji klien terhadap hiperrefleksia, nyeri kuadran kanan atas (KkaA), sakit kepala, atau gangguan penglihatan. Pertahankan kewaspadaan kejang, dan berikan lingkungan tenang sesuai indikasi. Bahaya eklampsia, karena HKK ada diatas 72 jam pascapartum, meskipun literatur menunjukan kondisi konvulsi mental terjadi selambat-lambatnya hari kelima pascapartum.
6 Catat efek-efek magnesium sulfat (MgSO4), bila diberikan. Kaji respons patela, dan pantau status pernapasan. Tidak adanya refleks patela dan frekuensi pernapasan di bawah 12 x/ menit menandakan toksisitas dan perlunya penurunan atau penghentian obat.
7 Inspeksi ekstremitas bahwa terhadap tanda-tanda tromboflebitis. Peningkatan produk split fibrin, penurunan mobilitas, trauma, sepsis, dan ektivasi berlebihan dari pembekuan darahh setelah kelahiran memberi kecenderungan terjadinya tromboembolisme pada klien.
8 Berikan kompres panas lokal; tingkatkan tirahh baring dengan meninggikan tungkai. Merangsan g sirkulasi dan menurunkan penumpukan pada vena di ekstremitas bawah, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.
9 Evaluasi rubella pada grafik prenatal. Kaji klien terhadap alergi pada telur atau bulu; bila ada tunda vaksin. Berikan informasi tertulis dan verbal dan daptakan informed concent untuk vaksinasi setelah meninjau ulang efek samping, resiko-resiko, dan perlunya untuk mencegah konsepsi selama 2-3 bulan setelah vaksinasi. Membantu mencegah efek-efek teratogenik pada kehamilan selanjutnya. Pemberian vaksin pada periode segera pascapartum dapat menyebabkan efek samping sementara dari atralgia, ruam,dan gejala-gajala pilek selamaperiode inkubasi 14-21 hari. Anafilaktik alergi atau respons hipersensitivitas dapat terjadi, memerlukan pemberian epinefrin.
10 Berikan MgS04 melalui pompa infuse, sesuai indikasi. Membantu menurunkan kepekaan serebral pada adanya HKK atau eklampsia.
11 Berikan kaos kaki penyokong atau balutan elastic untuk kaki bila resiko-resiko atau gejala-gejala flebitis terjadi. Menurunkan statis vena, meningkatkan aliran balik vena.
12 Berikan antikoagulan; evaluasi factor-faktor koagulasi, dan perhatikan tanda-tanda kegagalan pembekuan. Meskipun biasanya tidak diperluka, antikoagulan dapat membantu mencegah terjadinya thrombus lebih lanjut.
13 Berikan Rh0 (D) imun globulin (RhIgG) I.M dalam 72 jam pascapartum, sesuai indikasi, untuk ibu Rh negative yang sebelumnya tidak sensitive dan yang melahirkan bayi Rh positif yang tes Coombs langsung pada darah tali pusatnya negatif. Dapatkan Betke-Kleihauersmear bila transfuse janin ibu bermakna dicuriagai pada kelahiran. Dosis 300 µg biasanya cukup untuk meningkatkan lisis sel-sel darah merah (SDM) dari janin Rh positif yang dapat memasui sirkulasi ibu selama kelahiran, yang mungkin potensial menyebabkan sensitisasi dan masalah-masalah inkompabilitas Rh pada kehamilan selanjutnya. Adanya 20 ml atau lebih Rh positif dari darah janinpaa sirkulasi ibu memerlukan dosis RhIgG lebih besar.
(Dongoes, 2002; 392 - 394)
d. Resiko tinggi infeksi b.d trauma jaringan dan atau kerusakan kulit, penurunan Hb, prosedur invasif dan atau peningkatan pemajanan lingkungan, ruptur ketuban lama, mal nutrisi.
Hasil yang diharapkan:
1) Bebas dari infeksi, tidak demam, urine jernih tidak pucat.
2) Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk menurunkan resiko dan meningkatkan penyembuhan.
3) Menunjukkan luka bebas dari drainage purulen.
Tabel 2.5 Rencana Keperawatan Diagnosa Resiko Tinggi Infeksi b.d Trauma Jaringan dan atau Kerusakan Kulit, Penurunan Hb, Prosedur Invasif dan atau Peningkatan Pemajanan Lingkungan, Ruptur Ketuban Lama, Mal Nutrisi.
No Intervensi Rasional
1 Kaji catatan prenatal dan intrapartal. Membantu mengidentifikasi faktor-faktor psiko yang dapat menganggu penyembuhan.
2 Pantau suhu dan nadi dengan rutin sesuai indikasi. Peningkatan suhu sampai 1010 F (38,80C) dalam 24 jam pertama sangat menandakan inspeksi.
3 Kaji lokasi dan kontraktilitas uterus. Fundus yang pada awalnya 2 cm di bawah umbilikus, meningkat 1 - 2 cm/hari.
4 Catat jumlah dan bau lokeal. Lokeal secara normal mempunyai bau amis.
5 Evaluasi kondisi putting. Terjadi pecah-pecah pada putting menimbulkan potensial resiko mastitis.
6 Inspeksi sisi perbaikan episiotomi setiap 8 jam. Diagnosis dini dari inspeksi lokal dapat mencegah penyebaran pada jaringan uterus.
7 Perhatikan frekuensi atau jumlah berkemih. Stasis urinarius meningkat resiko terhadap infeksi.
8 Kaji tanda-tanda infeksi saluran kemih. Gejala ISK dapat tampak pada hari ke 2 - 3 pasca partum karena naiknya infeksi.
9 Frekuensi, dorongan atau disuria. Traktus dari uretra ke kandung kemih dan kemungkinan ke ginjal.
10 Anjurkan perawatan perineal dengan menggunakan botol atau rendam duduk 3 – 4 x sehari atau setelah berkemih atau defekasi. Pembersihan sering dari depan ke belakang membantu mencegah kontaminasi rectal memasuki vagina.
11 Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan cermat. Membantu mencegah atau menghalangi penyebaran infeksi.
12 Kaji status nutrisi klien. Klien yang berat badannya 20% dibawah berat badan normal, lebih rentan pada infeksi pasca partum.
13 Berikan informasi tentang makanan pilihan tinggi protein, vitamin C dan zat besi. Protein membantu meningkatkan proses penyembuhan.
14 Tingkatkan tidur dan istirahat. Menurunkan laju metabolisme dan memungkinkan nutrisi dan oksigen untuk proses pemulihan.
15 Kaji jumlah sel darah putih. Peningkatan jumlah SDP pada 10 – 12 hari pertama paska partum adalah normal sebagai mekanisme perlindungan dan dihubungkan dengan peningkatan neutrofil dan pergeseran ke kiri, yang mana mungkin pada awalnya mengganggu pengidentifikasian infeksi.
16 Catat HB dan HT. Menentukan apakah ada status anemia.
17 Berikan metilergonovin maleat setiap 3 – 4 jam sesuai kebutuhan. Membantu mengembangkan kontraksi miometrium dan involusi uterus.
18 Bantu dengan atau dapatkan kultur dari vagina. Untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan menentukan antibiotic yang tepat.
19 Anjurkan klien menggunakan krim antibiotic pada perineum. Memberantas organisme infeksius local.
20 Dapatkan spesimen urine bersih untuk analisis rutin. Retensi urine, bakteri yang masuk melalui kateterisasi atau trauma kandung kemih selama kelahiran.
21 Berikan antipiretik setelah kultur didapatkan. Bila diberikan sebelum identifikasi proses infeksi, antipiretik dapat menutupi tanda-tanda dan gejala-gejala yang perlu untuk membedakan diagnosa.
22 Berikan antibiotic spectrum luas sampai laporang kultur dikembalikan, kemudian ubah terapi sesuai indikasi. Mencegah infeksi dari penyebaran ke aliran darah.
23 Hubungi agensi-agensi komunitas yang tepat seperti pelayanan perawat yang berkunjung, untuk evaluasi diet, program antibiotic, kemungkinan komplikasi dan kembali untuk pemeriksaan medis. Adanya infeksi pasca partum membuat klien lemah sehingga membutuhkan banyak istirahat, pantauan yang ketat, dan bantuan perawatan diri.
(Doenges, 2001: 396)
e. Perubahan eliminasi urine b.d efek-efek hormonal, trauma mekanis, edema jaringan, efek-efek anesthesia.
Hasil yang diharapkan:
1) Mendemontrasikan kedekatan perilaku dan ikatan yang tepat.
2) Mulai secara aktif mengikuti tugas perawatan bayi baru lahir.
Tabel 2.6 Rencana Keperawatan Diagnosa Perubahan Eliminasi Urine b.d Efek-efek Hormonal, Trauma Mekanis, Edema Jaringan, Efek-Efek Anesthesia.
No Intervensi Rasional
1 Kaji masukan cairan dan urine terakhari. Pada periode paska partal awal, kira-kra 4 kg cairan hilang melalui urine.
2 Palpasi kandung kemih. Aliran plasma ginjal, meningkatkan 25-50 % selama periode prenatal
3 Perhatikan adanya edema atau episiotomi. Trauma kandung kemih atau edema dapat mengganggu berkemih.
4 Tes urine terhadap albumin dan aseton. Proses katalitik dihubungkan dengan involusi uterus.
5 Anjurkan berkemih dalam 6-8 jam pasca partum. Untuk merangsang dan memudahkan berkemih.
6 Instruksikan klien untuk melakukan latihan kegel setiap hari setelah efek-efek anastesia berkurang. Latihan kegel 100 x/hari meningkatkan sirkulasi perineum.
7 Anjurkan minum 6-8 gelas cairan/hari. Membantu mencegah stasis atau dehidrasi.
8 Kaji tanda-tanda ISK. Masuknya bakteri dapat memberi kecederungan klien terkena ISK.
9 Kateterisasi. Untuk mengurangi distensi kandung kemih.
10 Dapatkan spesimen urine. Adanya bakteri dan sensitivitas positif adalah diagnosis untuk ISK.
11 Pantau hasil tes laboratorium. Klien yang telah mengalami HKK gangguan ginjal dapat menetap.
(Doenges, 2001: 397)
f. Kekurangan volume cairan b.d penurunan masukan atau pergantian tidak adekuat, kehilangan cairan berlebihan.
Hasil yang diharapkan:
1) Tetap normotensif dengan masukan cairan dan haluaran urine seimbang
2) Hb atau Ht dalam kadar normal.
Tabel 2.7 Rencana Keperawatan Diagnosa Kekurangan volume Cairan b.d Penurunan Masukan atau Pergantian Tidak Adekuat, Kehilangan Cairan Belebihan.
No Intervensi Rasional
1 Catat kehilangan cairan pada waktu kelahiran. Kehilangan darah berlebihan pada waktu kelahiran yang berlanjut pada periode pasca partum dapat diakibatkan dari persalinan lama, stimulasi oksitosin, tertahannya jaringan, uterus over distensi, atau anastesi umum.
2 Evaluasi lokasi dan kontraktilitas fundus uterus. Diagnosa yang berbeda mungkin diperlukan untuk menentukan penyebab kekurangan cairan dan protokol asuhan.
3 Dengan perlahan masase fundus bila uterus menonjol. Merangsang kontraksi uterus.
4 Perhatikan adanya rasa haus. Rasa haus mungkin cara homeostatis dari pergantian cairan melalui peningkatan rasa haus.
5 Evaluasi status kandung kemih. Kandung kemih penuh mengganggu.kontraktilitas uterus.
6 Pantau suhu. Peningkatan suhu memperberat dehidrasi.
7 Pantau nadi. Taki kardi dapat terjadi.
8 Kaji tekanan darah. Peningkatan tekanan darah mungkin karena efek-efek obat vasopresor oksitosis
9 Evaluasi masukan cairan. Membantu analisa keseimbangan cairan.
10 Evaluasi kadar Hb atau Ht. Hb atau Ht kembali normal dalam 3 hari.
11 Pantau pengisian payudara dan suplai ASI bila menyusui. Klien dehidrasi tidak mampu menghasilkan ASI adekuat.
12 Ganti cairan yang hilang dengan infus IV. Membantu menciptakan volume darah sirkulasi.
13 Berikan produk ergot seperti ergonovine maleate. Untuk meningkatkan kontraksi.
14 Lakukan kecepatan cairan IV. Untuk menstimulasi miometrium bila perdarahan berlebihan menetap dan uterus gagal untuk kontraksi.
(Doenges, 2001: 399)
g. Kelebihan volume cairan b.d perpindahan cairan setelah kelahiran plasenta, ketidaktepatan pergantian cairan, efek-efek infus oksitosis, adanya HKK.
Hasil yang diharapkan:
1) Menunjukkan TD dan nadi dalam batas normal.
2) Bebas dari edema dan gangguan penglihatan.
3) Bunyi napas bersih.
Tabel 2.8 Rencana Keperawatan Diagnosa Kelebihan Volume Cairan b.d Perpindahan Cairan Setelah Kelahiran Plasenta, Ketidaktepatan Pergantian Cairan, Efek-Efek Infus Oksitosis, Adanya HKK.
No Intervensi Rasional
1 Tinjau ulang riwayat HKK, prenatal dan intrapartal. Membantu menentukan kemungkinan komplikasi serupa yang menetap.
2 Pantau tekanan darah dan nadi. Kelebihan beban sirkulasi dimanifestasikan dengan peningkatan tekanan darah dan nadi.
3 Pantau masukan cairan. Menandakan kebutuhan cairan.
4 Kaji adanya lokasi dan adanya edema. Bahaya eklampsia atau kejang ada selama 7 jam tetapi dapat terjadi secara actual.
5 Tes terhadap adanya proteinuria. Proteinuria pasca partum 1+ adalah normal.
6 Evaluasi keadaan neurologis klien Intoksikasi serebral.
7 Biarkan klien memantau berat badan setiap hari. Klien kehilangan 5 kg saat melahirkan.
8 Catat hasil tes asam urat. Hasil normal, seperti peningkatan asam urat.
9 Pasang kateter indwelling sesuai indikasi. Untuk memantau urin setiap jam.
10 Evaluasi terhadap sindrom. Sindrom HELLP adalah akibat pasca partum potensial dari HKK dengan keterlibatan hepar atau hemoragi pembuluh darah hepatik.
11 Berikan manitol pada adanya HKK pada penurunan urine. Untuk klien dengan HKK, ancaman gagal ginjal.
(Doenges, 2001: 401)
h. Konstipasi b.d penurunan tonus otot, efek-efek progesterone, dehidrasi, kelebihan analgesia, kurang masukan, nyeri perineal.
Hasil yang diharapkan:
Melakukan kembali kebiasaan defekasi yang biasanya atau optimal dalam 4 hari setelah melahirkan.
Tabel 2.9 Rencana Keperawatan Diagnosa Konstipasi b.d Penurunan Tonus Otot, Efek-Efek Progesterone, Dehidrasi, Kelebihan Analgesia, Kurang Masukan, Nyeri Perineal.
No Intervensi Rasional
1 Auskultasi adanya bising usus Mengevalusi fungsi usus
2 Kaji adanya hemoroid Menurunkan ukuran hemoroid, menghilangkan gatal dan ketidaknyamanan, dan meningkatkan fasokontriksi lokal.
3 Berikan informasi diit yang tepat Merangsang eliminasi
4 Anjurkan peningkatan tingkat aktivitas dan ambulasi Membantu peningkatan peristaltik
5 Kaji episiotomi Edema berlebihan atau trauma perineal dengan laserasi derajat tiga dan keempat dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan mencegah klien dari merelaksasi perineum, selama pengosongan karena takut untuk terjadi cidera selanjutnya.
6 Berikan laksatif, pelunak feses, enema Untuk kembali ke kebiasaan defekasi normal dan mencegah mengejan selama pengosongan
(Doenges, 2001: 403)
i. Perubahan menjadi orang tua b.d kurang dukungan diantara atau dari orang terdekat, kurang pengetahuan, adanya stressor.
Hasil yang diharapkan:
1) Mengungkapkan masalah dan pertanyaan menjadi orang tua.
2) Mendiskusikan peran menjadi orang tua secara realities.
3) Cara aktif mulai melakukan tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat.
4) Mengidentifikasi ketersediaan sumber-sumber.
Tabel 2.10 Rencana Keperawatan Diagnosa Perubahan Menjadi Orang Tua b.d Kurang Dukungan Diantara Atau Dari Orang Terdekat, Kurang Pengetahuan, Adanya Stressor.
No Intervensi Rasional
1 Kaji kekuatan, kelemahan, usia, status perkawinan. Mengidentifikasi faktor-faktor resiko potensial.
2 Perhatikan respon klien atau pasangan terhadap kelahiran dan peran menjadi orang tua. Kemampuan klien untuk beradaptasi secara positif untuk menjadi orang tua mungkin dipengaruhi oleh reaksi ayah dengan kuat.
3 Mulai asuhan keperawatan primer untuk ibu dan bayi saat di unit. Meningkatkan keperawatan berpusat kepada keluarga.
4 Evaluasi sifat dari menjadi orang tua secara emosional. Peran menjadi orang tua dipelajari, dan individu memakai peran orang tua mereka sendiri menjadi model peran.
5 Kaji keterampilan komunikasi interpersonal pasangan. Hubungan yang kuat dicirikan dengan komunikasi.
6 Tinjau ulang catatan intrapartum. Persalinan lama dan sulit dapat secara sementara menurunkan energi fisik dan emosional yang perlu untuk mempelajari peran menjadi ibu dan dapat secara negatif mempengaruhi menyusui.
7 Evaluasi status fisik masa lalu dan saat ini. Adanya komplikasi ibu mempengaruhi kondisi psikologi klien.
8 Evaluasi kondisi bayi. Ibu sering mengalami kesedihan karena mendapati bayinya tidak seperti bayi yang diharapkan.
9 Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar. Banyak faktor mempengaruhi belajar individu.
10 Berikan kesempatan pendidkan formal. Membantu orang belajar dasar-dasar perawatan bayi.
11 Rujuk pada kelompok pendukung komunitas. Membantu meningkatkan peran menjadi orang tua.
(Doenges, 2001: 404)
j. Gangguan pola tidur b.d respon hormonal dan psikologis, nyeri atau ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan
Hasil yang diharapkan:
1) Mengidentifikasi penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang diperlukan dengan kebutuhan terhadap anggota baru
2) Melaporkan peningkatan rasa sejahtera dan istirahat
Tabel 2.11 Rencana Keperawatan Diagnosa Gangguan Pola Tidur b.d Respon Hormonal dan Psikologis, Nyeri atau Ketidaknyamanan, Proses persalinan dan Pelahiran melelahkan.
No Intervensi Rasional
1 Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat. Persalinan yang lama dan sulit, khususnya bila terjadi malam, meningkatkan tingkat kelelahan.
2 Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi istirahat. Membantu meningkatkan istirahat dan menurunkan rangsangan.
3 Berikan informasi tentang kebutuhan istirahat. Rencana yang kreatif yang membolehkan untuk tidur dengan bayi lebih awal serta tidur siang.
4 Beri informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada suplai ASI. Kelelahan dapat mempengaruhi suplai ASI.
5 Kaji lingkungan rumah. Multipara dengan anak di rumah memerlukan tidur lebih banyak.
6 Berikan obat-obatan. Memungkinkan diperlukan untuk meningkatkan relaksasi dan tidur sesuai kebutuhan.
(Doenges, 2001: 410)
k. Kurang pengetahuan b.d kurang pemajanan atau mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber.
Hasil yang diharapkan:
1) Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan belajar individu.
2) Melaporkan aktivitas atau prosedur yang perlu dengan benar dan menjelaskan alasan tersebut.
Tabel 2.12 Rencana Keperawatan Diagnosa Kurang Pengetahuan b.d Kurang Pemajanan atau Mengingat, Kesalahan Interpretasi, Tidak Mengenal Sumber-Sumber.
No Intervensi Rasional
1 Pastikan persepsi klien tentang persalinan dan kelahiran, lama persalinan, dan tingkat kelelahan klien. Terdapat hubungan antara lama persalinan dan kemampuan untuk melakukan tanggung jawab, tugas dan aktifitas-aktifitas perawatan diri.
2 Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk belajar. Periode paska natal merupakan pengalaman positif bila penyuluhan yang tepat diberikan untuk membantu mengembangkan pertumbuhan ibu, maturasi dan kompetensi.
3 Mulai merencanakan penyuluhan tertulis dengan menggunakan format yang distandarisasi atau ceklis. Membantu menstadarisasi informasi yang diterima orang tua dari anggota staf.
4 Berikan informasi tentang peran program latihan paska partum progresif. Latihan membantu tonus otot dan meningkatkan sirkulasi.
5 Berikan informasi tentang perawatan diri. Membantu mencegah infeksi.
6 Diskusikan kebutuhan seksualitas dan rencana untuk kontrasepsi. Pasangan mungkin memerlukan kejelasan mengenai ketersediaan metode kontrasepsi.
7 Ketersediaan metode, termasuk keuntungan dan kerugian. Kenyataan bahwa kehamilan dapat terjadi bahkan sebelum kunjungan minggu keenam.
8 Beri penguatan pemeriksaan paska partum minggu keenam dengan pemberian perawatan kesehatan. Kunjungan tindak lanjut perlu untuk mengevaluasi pemulihan organ produktif.
9 Identifikasi masalah-masalah potensial yang memerlukan evaluasi dokter sebelum jadwal kunjungan minggu keenam. Intervensi lanjut diperlukan sebelum kunjungan minggu keenam untuk mencegah atau meminimalkan potensial komplikasi.
10 Diskusikan perubahan fisik dan psikologi yang normal. Status emosional klien mungkin kadang-kadang labil pada saat ini dan sering dipengaruhi oleh kesejahteraan fisik.
11 Identifikasi sumber-sumber yang tersedia. Meningkatkan kemandirian dan memberikan dukungan untuk adapatasi pada perubahan multiple.
(Doenges, 2001: 410)
l. Koping Individual Inefektif Resiko Tinggi Terhadap b.d Krisis Maturasional Dari Kehamilan/Mengasuh Anak dan Melakukan Ibu Menjadi Orang Tua, Kerentanan Personal, Ketidakadekuatan Sistem Pendukung, Persepsi Tidak Realitis.
Hasil yang diharapkan :
1) Mengungkapkan ansietas dan respon emosional.
2) Mengidentifikasikan kekuatan individu dan kemampuan koping pribadi.
3) Mencari sumber-sumber yang tepat sesuai kebutuhan.
Tabel 2.13 Rencana Keperawatan Diagnosa Koping Individual Inefektif Resiko Tinggi Terhadap b.d Krisis Maturasional Dari Kehamilan/Mengasuh Anak dan Melakukan Ibu Menjadi Orang Tua, Kerentanan Personal, Ketidakadekuatan Sistem Pendukung, Persepsi Tidak Realitis.
No Intervensi Rasional
1 Kaji respon emosional klien selama prenatal dan periode intrapartum dan persepsi klien tentang penampilannya selama persalinan.
Terhadap hubungan langsung antara penerimaan yang positif akan peran feminism dan keunikan fugsi feminism serta adaptasi yang positif terhadap kelahiran anak, menjadi ibu, dan menyusui. Selain itu, klien melepaskan anaknya menghadapi isu-isu ini dalam konteks yag berbeda serta memerlukan dukungan bagi keputusannya.
2 Anjurkan diskusi oleh klien atau pasangan tentang persepsi pengalaman kelahiran. Membantu klien/pasangan bekerja melalui proses dan memperjelas realitas dari pengalaman fantasi.
3 Kaji terhadap gejala depresi yang fana pada hari ke 2 sampai ke 3 pascapartum. Berikan infromasi tentang kenormalan kondisi ini dan yang berhubungan dengan perubahan suasana hati dan emosi yang labil. Sebanyakl 80% ibu-ibu mengalami depresi sementara atau perasaan emosi kecewa setelah melahirkan, mungkin berhubungan dengan factor-faktor genetic, social atau lingkungan, atau respons endokrin fisiologis. Gejala-gejala ini biasanya teratasi secara spontan dalam satu minggu atau setelah pulang. Untuk beberapa bagaimanapun, perasaan awal dari kekecewaan dapat digantikan dengan depresi berlebihan yang disebabkan oleh siklus ansietas, anoreksia, dan kelelahan berlebihan yang mulai segera setelah pulang.
4 Evaluasi kemampuan koping masa lalu klien,latar belakang budaya, sistem pendukung, dan rencana untuk bantuandomestik pada saat pulang. Membantu dalam mengkaji kemampuan klien untuk mengatasi stress. Kemampuan untuk mengatasi secara positif juga dipengaruhi oleh reaksi ayah. Dukungan emosi dan fisik yang diberikan oleh keluarga besar atau bantuan dari rumah bantuan lainnya dapat mempermudah koping.
5 Berikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi untuk membangun klien mempelajari peran baru dan strategi untuk koping terhdapa bayi baru lahir. Diskusikan respons emosional yang normal yang terjadi setelah pulang. Keterampilan menjadi ibu/orangtua bukan secara insting tetapi harus dipelajari. Penanganan tidur terganggu dan pemenuhan kebutuhan bayi selama 24 jam mungkin sulit, dan strategi koping harus dikembangkan.
6 Evaluasi dan dokumentasikan interaksi klien bayi. Perhatikan aanmya atau tidak adanya perilaku ikatan (kedekatan). Ibu dan bayi sama-sama berpartisipasi dalam proses kedekatan, dan keduanya harus mendapatkan respon penghargaan selama interaksi. Keurangnya kedekatan meternal atau tidak adanya bukti perilaku maternal pada periode pascapartum dapat menimbulkan akibat jangka panjang yang serius.
7 Anjrukan pengungkapan perasaan rasa bersalah, kegagalan pribadi, atau keragu-raguan tentang kemampuan menjadi orang tu, khususnya bila keluarga beresiko tinggi terhadap masalah-masalah menjadi orangtua. Membantu pasangan mengevaluai kekuatan dan area masalah secara realistis dan mengenali kebutuhan terhadap bantuan professional yang tepat.
8 Berikan kesempatan pada klien untuk meninjau ulang keputusan untuk melepaskan anak. Setalah kelahiran,respons emosi normal disertai dengan keputusan-keputusan sebelumnya untuk memberika anak diadopsi. Klien mungkin mengalami konflik serta memerlukan dukungan yang tidak menghakimi untuk memudahkan koping pada saat ini.
9 Rujuk klien.pasangan pada kelompok pendukung menjadivorangtua, pelayanan social, kelompok komuitas, atau pelayanan perawat berkunjung. Kira-kira 40% wanita dengan depresi pascapartum ringan mempunyai gejala-gejala yag menetapa sampai 1 tahun dan dapat memerlukan evaluasi lanjut.
10 Rujuk klien/pasangan pada penasihat psikiatrik, bila tepat. Dari 1%-2% klien menderita depresi pascapartum berat memerlukan perawatan di rumah sakit untuk psikosis seperti penyimpangan afektif dan skizofrenia.
11 Berikan diazepam (valium), prometasin hidroklorida (Phenergen), atau litium karbonat, sesuai indikasi. Kesulitan berat/lama dapat memerlukan intervesi tambahan. Pemilihan terapioabat tergantung pada apakah kontrol jangka pendek atau jangka panjang diperlukan.
(Doenges, 2002; 407- 409).
m. Koping Keluarga: Potensial Terhadap Pertumbuhan b.d Kecukupan Pemenuhan Kebutuhan-Kebutuhan Individu dan Tugas-Tugas Adaptif, Kemungkinan Tujuan Aktualisasi Diri Muncul Ke Permukaan.
Hasil yang diharapkan:
1) Mengungkapkan keinginan untuk melaksanakan tugas-tugas yang mengarahkan kepada kerjasama dari anggota keluarga baru.
2) Mengekspresikan perasaan percaya diri dan kepuasan dengan terbentuknya kemajuan dan adaptasi.
Tabel 2.14 Rencana Keperawatan Diagnosa Koping Keluarga: Potensial Terhadap Pertumbuhan b.d Kecukupan Pemenuhan Kebutuhan-Kebutuhan Individu dan Tugas-Tugas Adaptif, Kemungkinan Tujuan Aktualisasi Diri Muncul Ke Permukaan.
No Intervensi Rasional
1 Kaji hubungan anggota keluarga satu sama lain, tugaskan perawat primer. Perawat dapat membantu memberikan pengalaman positif di rumah sakit dan menyiapkan keluarga terhadap pertumbuhan melalui tahap-tahap perkembangan dengan penyertaan tambahan anggota keluarga baru.
2 Berikan kesempatan kunjungan dengan tidak dibatasi untuk ayah dan sibling. Pastikan apakah sibling berminat pada program orientasi. Memudahkan perkembangan keluarga dan proses terus menerus dari pengenalan dan kedekatan. Membantu anggota keluarga merasa nyaman merawat bayi baru lahir.
3 Berikan kelompok dukungan orang tua dan individu atau intruksi kelompok dalam menyusui, perawatan bayi dan perubahan fisik dan emosional selama periode pasca partum. Mengungkapkan dan diskusi dalam suatu kelompok membantu mengembangkan ide-ide, kesempatan untuk pemecahan masalah, dan kelompok dukungan. Membantu mengembangkan harga diri positif, penguasaan kenyamanan dan pemahaman peran baru.
4 Anjurkan partisipasi seimbang dari orang tua perawatan bayi. Fleksibilitas dan sensitisasi terhadap kebutuhan keluarga membantu mengembangkan harga diri dan rasa kompeten dalam perawatan bayi baru lahir setelah pulang.
5 Berikan bimbingan antisipasi men genai perubahan emosi normal berkenaan dengan periode pasca partum. Membantu menyiapkan pasangan untuk kemungkinan perubahan yang mereka alami, menurunkan stres berkenaan degan ketidaktahuan atau dengan kejadian yang tidak diperkirakan, dan dapat meningkatkan koping positif.
6 Berikan informasi tertulis mengenai buku-buku yang dianjurkan untuk anak-anak tentang bayi baru. Anjurkan sibling untuk mengungkapkan perasaan penggantian atau penolakan. Anjurkan orang tua untuk menyediakan waktu lebih banyak dengan anak yang lebih tua. Membantu anak mengidentifikasi dan mengatasi perasaan akan kemungkinan penggantian atau penolakan. Orang tua harus mengetahui bahwa perasaan cemburu adalah normal.
7 Anjurkan teman-teman termasuk anak yang lebih tua melakukan aktifitas di luar rumah. Anak-anak usia sekolah kemungkinan lebih mudah menyesuaikan diri terhadap bayi baru lahir, saat pandangan mereka telah meluas sampai meliputi aktifitas kedekatan di luar rumah.
8 Kolaborasi:
Rujuk klien/pasangan pada kelompok orang tua pasca partum di komunitas. Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang membesarkan anak dan perkembangan anak, dan memberikan atmosfer yang mendukung saat orang tua memerankan peran baru.
(Doenges, 2002; 412 - 413)
4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan. Tujuan implementasi adalah mengatasi masalah yang terjadi pada manusia. (Hidayat, 2002: 39).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan. (Hidayat, 2002: 41).
6. Dokumentasi
Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan yang dimiliki perawat dalam melakukan catatan perawatan yang berguna untuk kepentingan klien, perawat, dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis dengan tanggung jawab perawat. (Hidayat, 2002: 1)